Al-Qur’an merupakan kitab suci kaum muslimin, yang di dalamnya terdapat kumpulan-kumpulan wahyu Tuhan yakni Allah Swt. Selain itu al-Qur’an disebut dalam banyak ayat memiliki arti bacaan. Oleh karena itu, sesuai dengan namanya, Kitab suci ini mesti dibaca yang tujuannya agar makna dan ajarannya dapat dipahami, diamalkan dan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya, dalam segala perbuatan dan aktivitas yang dilakukan diharuskan memiliki sebuah adab untuk mendapatkan sebuah kesempurnaan, apalagi dalam membaca al-Qur’an yang mana memiliki nilai yang sangat sakral dan ibadah.
Dalam membaca al-Quran juga sangat dianjurkan untuk menjaga adab membacanya, dan hal itu mempunyai nilai khusus pada derajat pahala yang didapatkan. Semakin tinggi tingkat membaca seseorang, maka akan semakin besar juga manfaat yang diperoleh. Sebagaimana dijelaskan dalam hadis, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam (SAW) pernah bersabda bahwa orang yang membaca Al-Qur'an akan mendapat ganjaran 1 huruf sama dengan 10 kebaikan.
Menurut para ulama, bacaan yang paling afdhal adalah membaca dengan cara Tartil (perlahan-lahan) karena Al-Qur'an diturunkan secara tartil sebagaimana firman Allah dalam Surah Al-Muzammil ayat 4. Membaca dengan tartil juga memungkinkan seseorang mengeluarkan suara yang indah dan merdu, sehingga membuat bacaan lebih meresap di hati.
Tingkatan derajat seseorang selanjutnya setelah menguasai tahapan membaca al-Qur’an dengan baik dan lancar bit-tajwid maupun bit-tartil, maka seseorang tersebut akan memperoleh 3 derajat:
1. Derajat yang paling rendah
ان يقدرالعبد كانه يقرأه على الله
Yaitu orang yang membaca al-Qur’an seolah-olah hatinya menghadap Allah merasa bahwa al-Qur’an yang dibaca disimak, dilihat dan didengarkan langsung oleh Allah SWT.
Jadi setelah bacaan al-Qur’annya sudah bagus, lancer bit-tajwid bit-tartil kemudian hatinya juga dihadirkan dan merasa bahwa Allah juga mendengarkan bacaannya maka hal ini termasuk derajat yang paling rendah bagi Qori’ul Qur’an.
2. Derajat yang kedua (Berinteraksi dengan Allah SWT)
ان يشهد بقلبه كأن الله عز وجل يراه ويخاطبه بألطافه وينجيه من عانه واحسانه
Yaitu seolah-olah orang yang membaca al-Qur’an berbicara dengan dzat yang berbicara yakni Allah SWT.
Jadi tidak lagi hanya didengarkan dan dilihat Allah SWT tapi seperti halnya berbicara langsung dengan Allah SWT. Misal ketika membaca ayat:
“ٱلَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِٱلْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَمِمَّا رَزَقْنَٰهُمْ يُنفِقُونَ”
Orang yang membaca al-Qur’an sambil berangan-angan maknanya dan bergumam dalam hatinya “Ya Allah, Engkau berfirman bahwasannya orang muttaqin yaitu orang yang beriman terhadap perkara yang ghoib, sesungguhnya saya juga iman ya Allah.
Kemudian Engkau juga berfirman ” وَيُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ”
Yaitu orang-orang yang mau mendirikan sholat. Membaca ayat ini sambil bergumam dalam hati “Ya Allah sesungguhnya saya juga ingin mendirikan sholat tapi juga kadang tidak tepat tepat waktu”
Selanjutnya Allah juga berfirman “وَمِمَّا رَزَقْنَٰهُمْ يُنفِقُونَ”
Yaitu orang-orang yang mau menginfakkan sebagian dari rizqi. Membaca ayat ini sambil bergumam dalam hatinya “Ya Allah saya juga ingin melakukannya tapi kadang masih terasa berat”
Itu semua termasuk contoh derajat orang yang membaca al-qur’an seolah-olah berinteraksi langsung dengan Allah SWT dan berbisik untuk selalu mengucapkan rasa syukur agar senantiasa mengingat kenikmatan yang sudah diberikan oleh Allah SWT. Dan golongan ini termasuk dalam derajat maqom (حياء والتعظيم) pemalu dan selalu mengagungkan.
3. Derajat yang paling tinggi
ان يرى فى الكلام المتكلم فى الكلمات الصفات فلا ينظر الى نفسه ولا الى قراءته ولا الى تعلق الانعام من حيث انه منعم عليه
Orang tersebut ketika membaca al-Qur’an yang diketahui hanya menghadap kepada Allah SWT (Dzat Mutakallim)
Tidak melihat terhadap dirinya sendiri, tidak melihat apa yang dia baca, tidak melihat apa saja kenikmatan yang dia dapat. Jadi orang tersebut seakan-akan seperti orang yang tenggelam, yang mengetahui terhadap orang tersebut hanyalah Allah saja dan yang lain tidak dihiraukan sama sekali. sama halnya seperti orang yang majdzub yakni tidak menghiraukan suatu apapun, yang dilihat hanyalah mengaji di hadapan Allah SWT. Yang dimaksud majdzub disini adalah majdzub bi ‘ilmin (dengan ilmu) bukan majdzub bila ‘ilmin (dengan tanpa ilmu).
Semua itu termasuk derajat muqorrobin (orang yang dekat dengan Allah SWT)
Dan tingkatan derajat yang keluar dari 3 derajat ini
“فهو درجة الغافلين”
Yaitu derajatnya orang-orang yang lupa, misalnya menghafalkan al-Qur’an tapi tetap berbuat maksiat, seperti halnya ghibah.
0 Comments