Al-Qur'an Itu Berat bagi Yang Tidak Mencintainya

 Terdapat sebuah maqolah yang berbunyi, 'Barangsiapa  mencintai sesuatu maka ia sering menyebutnya,  dan barang siapa cinta kepada sesuatu maka ia pasti menjadi budaknya." Yang mana makna tersebut dapat kita terapkan untuk sebuah interaksi antara seseorang dengan Al-Qur’an.

Berinteraksi  dengan Al-Qur’an itu berat dan sulit. Mulai dari membaca, menghafal, mengkaji, dan tingkat yang paling berat adalah mengamalkannya. Sebagaimana yang Allah sebutkan dalam al-Qur’an surat Al Muzzammil ayat 5 :

Ø¥ِÙ†َّا سَÙ†ُÙ„ْÙ‚ِÙ‰ عَÙ„َÙŠْÙƒَ Ù‚َÙˆْÙ„ًا Ø«َÙ‚ِيلًا

 Artinya : "Sesungguhnya Kami akan menurunkan kapadamu perkataan yang berat."


Bahkan untuk menggambarkan bagaimana beratnya, pernah ada sebuah riwayat yang menceritakan bahwa seorang ulama tidak memberikan izin ketika sang anak mengutarakan keinginan untuk menghafal al-Qur’an.


Akan tetapi, kembali pada makna maqolah di atas, bahwa rasa cinta bisa merubah sesuatu yang berat menjadi ringan. Seseorang yang mencintai Allah SWT lewat al-Quran, tentu akan merasa ringan untuk senantiasa menjaga hubungan baik dengan al-Qur’an. Contoh paling nyata adalah sikap para ulama yang selalu tunduk saat dibacakan al-Qur’an, sami'na wa atho'na.


Bagi para penghafal, tentu rasa cinta dan senang terhadap al-Qur’ran itu harus senantiasa dipupuk. Sebab, mencintai dengan tulus adalah salah satu upaya untuk menimbulkan rasa ikhlas dan ringan agar senantiasa istiqomah membaca, memahami dan mengamalkannya.


Mencintai dengan tulus artinya meluruskan niat saat bersinggungan dengan al-Quran itu hanya kepada Allah SWT. Rasa senang dan cinta berbeda dengan rasa bangga. Sebab rasa bangga dapat berpotensi membawa seseorang kepada sifat ujub. Seorang penghafal yang merasa bangga karena menganggap pencapaiannya menghafal al-Qur’an adalah atas jerih payahnya sendiri. Padahal semua itu adalah karena anugerah dari Allah SWT yang begitu besar padanya.


Allah SWT menurunkan al-Qur’an disertai dengan banyak keistimewaan bagi kehidupan manusia. Mengandung obat dari segala macam penyakit, mengandung segala nasehat dan hukum yang mengatur kehidupan, mudah dihafal sekalipun oleh orang-orang di luar muslim. Meskipun begitu, Al-Qur’an sendiri tidak dapat memberi hidayah karena hidayah datangnya hanya dari Allah SWT. Akan tetapi, dengan senantiasa membaca al-Qur’an, dapat menjadi sebab turunnya hidayah.


Selain hidayah yang dibutuhkan, setiap insan yang ada di dunia ini, memiliki keinginan yang terkadang sulit untuk dikendalikan. Seseorang yang ingin mencapai apa yang menjadi tujuannya, seringkali bersusah payah untuk mewujudkan keinginan-keinginannya.


Sebagai orang yang dekat dengan al-Qur’an, kita tidak perlu bersusah payah memikirkan keinginan-keinginan yang ada di kepala kita. Cukup dengan selalu sibuk menjaga hubungan baik dengan al-Qur’an, maka Allah SWT akan mencukupkan segalanya. Sebagaimana sebuah hadis nabi yang berbunyi :

“Barang siapa lebih sibuk berzikir kepada Allah daripada meminta kepada-Nya, maka orang tersebut akan Allah beri sesuatu yang lebih baik dari apa yang diminta dalam doa orang tersebut.”


Kita harus memiliki iman dan keyakinan terhadap fadhilah al-Qur’an. Karena iman yang tidak diikuti keyakinan, maka tidak ada artinya. Yakin bahwa dengan berpegang pada al-Qur’an, maka Allah SWT akan mengabulkan segala hajat yang dimiliki.


 "Kuncinya ada di keyakinan. Jika yakin, maka jadi (terkabul). Jika tidak yakin, ya tidak jadi. Sudah, itu saja kuncinya."

 

Agus Rumaizijat, PP An Nur Ngrukem 

*Silaturrahim JMQH Kabupaten Bantul pada tanggal 19 Juli 2023 di Joglo Yoso Palbapang

0 Comments