DELAPAN POKOK AJARAN KEBAIKAN DALAM EMPAT KITAB SUCI

 Syaqīq al Balkhiyy bertanya kepada muridnya, Ḥātim al Aṣamm:

“Sejak kapan engkau telah bersamaku?” 

“Sejak tigapuluh tiga tahun yang lalu,” jawab si Murid.

“Apa yang telah engkau pelajari dari saya selama itu?”

“Delapan permasalahan ..”

“Innā lilLāh wainnā ilaihi rāji’ūn. Umurku habis bersamamu dan kamu hanya belajar delapan permasalahan ..!?”

“Wahai Guru, saya memang tidak belajar selain itu. Saya tak ingin berbohong.”

“Sampaikan kepadaku apa yang telah kamu pelajari itu ..”

Si Murid pun menjelaskan:

Pertama: saya melihat para makhluk Allah. Masing-masing memiliki kekasih yang selalu menyertainya. Namun, ketika dikebumikan, ia meninggakannya. Maka, yang saya jadikan kekasihku adalah amal-amal kebaikan. Ketika saya (nanti) dikebumikan ia akan ikut bersamaku.

Kedua: saya berangan-angan terhadap firman Allah,

وأما من خاف مقام ربه ونهي النفس عن الهوي فإن الجنة هي المأوى,

Adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari (keinginan) hawa nafsunya, sesungguhnya surgalah tempat tinggal(-nya).[1] Maka, saya memaksakan diri untuk menahan nafsu hingga ia terkendali dan tenang mengabdi kepada Allah SWT.

Ketiga: saya melihat makhluk-makhluk Allah, dan saya menemukan bahwa siapapun yang memiliki sesuatu yang bernilai, ia akan berupaya menjaganya agar tidak sirna. Lalu, saya merenungkan firman Allah, 

ما عندكم ينفد وما عند الله باق,

 Apa yang ada di sisimu akan lenyap dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal.[2] Karena itu, setiap ada sesuatu yang bernilai di tanganku maka saya haturkan kepada Allah agar terjaga di sisi-Nya.

Keempat: saya memandang makhluk-makhluk Allah, dan saya dapati masing-masing membanggakan harta, kedudukan, dan nasabnya. Saya pun berangan-angan tentang itu semua, dan ternyata tak bernilai. Kemudian, saya berangan-angan terhadap firman Allah SWT., 

إن أكرمكم عند الله أتقاكم,

Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa.[3] Maka, saya berusaha melakukan amal-amal ketakwaan agar saya mulia di sisi Allah.

Kelima: saya melihat para makhluk Allah, sebagian mencela sebagian dan sebagian melaknat sebagian. Semua berpangkal pada sifat hasud. Kemudian, saya berangan-angan pada firman Allah SWT., 

نحن قسمنا بينهم معيشتهم في الحياة الدنيا,

 Kamilah yang menentukan penghidupan mereka dalam kehidupan dunia.[4] Maka, saya tinggalkan sifat hasud dan menghindari urusan orang lain. Saya menyadari bahwa pembagian datangnya dari Allah SWT., maka saya tinggalkan memusuhi para makhlukNya.

Keenam: saya melihat makhluk-makhluk Allah SWT., sebagian saling memusuhi, sebagian lalim kepada sebagian, dan sebagian saling memerangi. Saya pun kembali kepada firman Allah SWT.,

إن الشيطان لكم عدو فاتخذوه عدوا,

Sesungguhnya setan itu musuh bagimu. Maka, perlakukanlah ia sebagai musuh!.[5] Maka, saya hanya memusuhi dia (syetan) dan berupaya sekuat tenaga untuk menjaga diri darinya karena Allah telah bersaksi bahwa dia adalah musuhku. Saya pun meninggalkan memusuhi makhluk Allah selain dia.

Ketujuh: saya memandang makhluk-makhluk Allah, dan saya menemukan bahwa tiap-tiap mereka mencari recehan. Mereka pun menghinakan diri dan memasuki wilayah-wilayah yang tidak halal. Kemudian, saya merenungi firman Allah,

 وما من دابة في الأرض إلا على الله رزقها

Tidak satu pun hewan yang bergerak di atas bumi melainkan dijamin rezekinya oleh Allah,[6] dan saya adalah salah satu dari hewan-hewan yang ditanggung rizkinya oleh Allah tersebut. Maka, saya menyibukkan diri dengan apa yang menjadi hak Allah atas diriku, dan meninggalkan apa yang menjadi hak diriku di sisi-Nya.

Kedelapan: saya mencermati makhluk-makhluk Allah, dan saya menemukan bahwa tiap-tiap mereka bersandar kepada ciptaan-Nya. Ada yang bersandar kepada lahan pertaniannya, ada yang bersandar kepada dagangannya, ada yang bersandar kepada produksinya, dan ada yang bersandar kepada kepada kebugaran fisiknya. Tiap Makhluk bersandar kepada ciptaan Allah seperti dirinya. Saya pun merujuk kepada firman Allah SWT.,

 ومن يتوكل على الله فهو حسبه,

 Siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya.[7] Maka, saya bertawakal kepada Allah, karena Dia adalah Zat yang mencukupi diriku.

Syaqīq al Balkhiyy, Sang Guru, memberi komentar atas pelajaran-pelajaran penting yang disampaikan oleh Ḥātim al Aṣamm, muridnya:

“Wahai Ḥātim, semoga Allah memberimu taufik. Sesungguhnya saya telah melihat ilmu-ilmu Taurat, Injil, Zabur dan Al Quran, dan saya menemukan bahwa semua macam kebaikan dan keberagamaan berputar pada delapan persoalan tadi. Siapa yang mengamalkannya maka ia telah  mengamalkan seluruh isi kitab empat tadi.

Semoga Allah memberikan kepada kita kemudahan dalam mengamalkan isi Al Quran.


[1] QS. An Nāzi’āt/79: 40

[2] QS. An Naḥl/16: 96 

[3] QS. Al Ḥujurāt/49: 13

[4] QS. Az Zukhruf/43: 32.

[5] QS. Fāṭir/35: 6.

[6] QS. Hūd/11: 6


Kajian Oleh : Ibu nyai Hj. Nurul Hidayah, S.S

Pengirm       : JMQH Kota Pekalongan 

0 Comments